Kristus... Kini Aku Mengerti Arti Tangismu
oleh : Pdt. Ruth Carolina Nababan
Semua ini berawal ketika kita memutuskan untuk memasuki Yerusalem kita masing-masing: YerusalemMu dan Yerusalemku.
Kristus ... Bukankah kita berangkat menuju Yerusalem kita dengan optimisme yang sama: taat terhadap kehendak Allah, Bapa yang kita kasihi itu?
Kristus ... bukankah kita secara sadar telah memilih untuk memasuki Yerusalem kita masing-masing – Engkau dengan YerusalemMu dan aku dengan Yerusalemku – dan meninggalkan segala kenyamanan yang kita peroleh di NazarethMu dan Nazarethku?
Kristus ... apa yang tidak bisa Engkau peroleh di Nazareth? Bukankah Engkau memiliki “segalanya” di sana? KeluargaMu, sahabat-sahabatMu, pekerjaan tetap sebagai seorang tukang kayu yang – sedikit atau banyak – menghasilkan sesuatu untuk menopang hidupmu.
Kristus ... aku juga memiliki segalanya di Nazarethku: keluargaku, sahabat-sahabatku, pekerjaan tetap yang menjanjikan jenjang karir yang pasti, dan pekerjaan sampingan yang pendapatannya bahkan lebih besar dari pekerjaan tetapku.
Kristus ... bukankah kita memilih meninggalkan itu semua secara sadar untuk menempuh jalan kematian yang sudah menanti kita?
Kristus ... pernah aku berbincang dengan temanku (bagiku dia seperti sahabat jiwaku). Dia menguatkanku dan menuntutku agar aku tidak “cengeng”. ”Don’t act as if you’re a looser”, kira-kira seperti itulah perkataannya kepadaku. Aku harus kuat menghadapi segala ketidaknyamanan yang sudah kupilih ini. Dia benar Kristus. Dia benar. Namun, biar bagaimanapun dia tidak benar-benar memahami apa yang kurasakan. Kami berangkat dari latar belakang yang berbeda. Dia berangkat dari ketidaknyamanan Nazarethnya dan berangkat menuju ketidaknyamanan Yerusalemnya sehingga dia tak punya pilihan selain menghadapi seluruh ketidaknyamanan itu.