Rancangan Gereja Baru

Rancangan Gereja Baru
Rancangan Gereja Baru

M A R T U R I A. Com

Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net




Mengenai Saya

Foto saya
Padang, Sumatera Barat, Indonesia
media yang di bentuk oleh Seksi pemuda HKBP Padang sebagai sarana informasi mengenai HKBP Padang dan pemuda HKBP Padang khususnya. Post by : Toni Indra Siahaan

welcome

Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Pemuda Harus Bangkit

Dimana peranan pemuda Gereja Saat ini...? Kita Harus bangkit, tumbuhkan semangat melayani

Koment disini


ShoutMix chat widget

Berita Hari Minggu Ini

Blog Ini Dalam Masa Pengembangan...!!!

workshop

workshop
kerjasama Seksi Pemuda & Ya-PeKA

galeri

Ya-PeKA

Ya-PeKA
Ya-PeKA

Arsip Blog

Kamis, Oktober 21, 2010

Kristus... Kini Aku Mengerti Arti Tangismu

 Kristus... Kini Aku Mengerti Arti Tangismu
oleh : Pdt. Ruth Carolina Nababan

Kristus ... Kini aku mengerti arti tangisMu.
Semua ini berawal ketika kita memutuskan untuk memasuki Yerusalem kita masing-masing: YerusalemMu dan Yerusalemku.
Kristus ... Bukankah kita berangkat menuju Yerusalem kita dengan optimisme yang sama: taat terhadap kehendak Allah, Bapa yang kita kasihi itu?
Kristus ... bukankah kita secara sadar telah memilih untuk memasuki Yerusalem kita masing-masing – Engkau dengan YerusalemMu dan aku dengan Yerusalemku – dan meninggalkan segala kenyamanan yang kita peroleh di NazarethMu dan Nazarethku?
Kristus ... apa yang tidak bisa Engkau peroleh di Nazareth? Bukankah Engkau memiliki “segalanya” di sana? KeluargaMu, sahabat-sahabatMu, pekerjaan tetap sebagai seorang tukang kayu yang – sedikit atau banyak – menghasilkan sesuatu untuk menopang hidupmu.
Kristus ... aku juga memiliki segalanya di Nazarethku: keluargaku, sahabat-sahabatku, pekerjaan tetap yang menjanjikan jenjang karir yang pasti, dan pekerjaan sampingan yang pendapatannya bahkan lebih besar dari pekerjaan tetapku.
Kristus ... bukankah kita memilih meninggalkan itu semua secara sadar untuk menempuh jalan kematian yang sudah menanti kita?
Kristus ... pernah aku berbincang dengan temanku (bagiku dia seperti sahabat jiwaku). Dia menguatkanku dan menuntutku agar aku tidak “cengeng”. ”Don’t act as if you’re a looser”, kira-kira seperti itulah perkataannya kepadaku. Aku harus kuat menghadapi segala ketidaknyamanan yang sudah kupilih ini. Dia benar Kristus. Dia benar. Namun, biar bagaimanapun dia tidak benar-benar memahami apa yang kurasakan. Kami berangkat dari latar belakang yang berbeda. Dia berangkat dari ketidaknyamanan Nazarethnya dan berangkat menuju ketidaknyamanan Yerusalemnya sehingga dia tak punya pilihan selain menghadapi seluruh ketidaknyamanan itu.


Kristus ... itu membuatku sadar bahwa satu-satunya Pribadi yang bisa memahami aku adalah Engkau. Dan semoga aku juga bisa menjadi pribadi yang memahamiMu dalam hidupku.
Kristus ... jika aku bercermin pada sahabat jiwaku itu (izinkanlah aku menyebut dia demikian karena hanya Engkau yang layak kusebut Kekasih Jiwaku) kadang hatiku berontak, salahkah aku jika terkadang aku merindukan Nazarethku yang memberikan semua kenyamanan yang kuinginkan dalam hidupku?
Kristus ... tidakkah Engkau pernah merasakan hal yang sama denganku? Kita sama-sama merindukan Nazareth kita, tempat di mana kita memiliki segalanya untuk hidup?
Kristus ... kini aku mengerti arti tangisanMu di Taman Getsemani. Aku merasakan hatiMu ketika aku dan Engkau sampai pada titik terendah, dying and begging, praying and crying: ”Ya Bapa, jika Engkau berkenan, lalukanlah cawan ini dari hadapanKu?”
Kristus ... inilah tangisanMu yang menjadi tangisanku sekarang. Aku mengerti sekarang, bahwa ketika Engkau berlutut, tertunduk, dan menangis, saat itu optimisme yang aku dan Engkau pegang ketika kita memasuki Yerusalem kita: RUNTUH.
Optimisme yang kita pegang kala itu hancur berkeping-keping. Dan itu adalah kesalahan kita. Kita pikir kita kuat. Kita pikir kita tegar untuk tetap taat menjalankan rencana Bapa yang kita kasihi itu. Namun, kita salah Kristus. KITA SALAH. Kita tidak setegar yang kita bayangkan. Yang kita dapati adalah cawan pahit, yang terlalu pahit sehingga aku dan Engkau tidak punya kekuatan lagi untuk meminumnya.
Kini kita bersama-sama berdoa Kristus, berdoa supaya jika berkenan, Bapa melalukan cawan ini dari hadapan kita. kini, doaMu menjadi doaku. Aku tidak kuat Kristus, sama seperti diriMu.
Kita hanya manusia lemah, bukan begitu Kristus? Ya, aku dan Engkau hanyalah manusia yang lemah.
Namun, apa episode selanjutnya? Aku rasa episode yang Engkau jalani akan menjadi episode yang harus kujalani juga, karena Engkau ada di dalamku dan aku di dalam Engkau.
Kristus ... bukankah episode berikutnya adalah Engkau dengan tertatih-tatih dan hampir mati memikul salibMu? Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, Bapa memikulkan salib itu kepadaMu dan kepadaku. Kini yang kita miliki bukan lagi optimisme yang berkobar-kobar – seperti yang kita miliki ketika kita memasuki Yerusalem kita. Kini yang kita miliki hanyalah keikhlasan. Keikhlasan dan ketaatan sebagai seorang hamba. Inilah episode selanjutnya dari kisahMu dan kisahku yang kujalani saat ini.
Namun, akhirnya kita sampai pada titik yang berbeda Kristus. Engkau sudah sampai di GolgotaMu. Engkau sudah menancapkan salibMu dan mati di sana.
Kristus ... inilah perbedaan kita. Aku masih memikul salibku. Tertatih-tatih dan hampir mati rasanya. Namun, aku belum menemukan Golgotaku, tempat yang tepat untuk menancapkan salibku.
Kristus ... entah kapan dan di mana, tapi aku tahu aku pasti sampai. Entah kapan Kristus, aku sampai di Golgotaku dan menancapkan salibku di sana. Ya, itu hanya rahasia Bapa yang kita kasihi.
Namun, aku ingin sepertiMu Kristus, ikhlas dan taat menjalani setapak demi setapak dari Yerusalemku menuju ke Golgotaku. Dan aku mohon, Kristus, agar jangan hanya tangisMu yang bisa kupahami; agar jangan hanya tangisMu yang menjadi tangisku. Namun biarlah hati dan ketaatanMu juga menjadi hati dan ketaatanku. Hingga suatu saat, ya Kristus, aku sampai di Golgotaku. Dengan gagah – segagah optimisme yang kumiliki dulu ketika memasuki Yerusalemku – aku akan menancapkan salibku di sana.
Ya, ini hanya masalah waktu. Jika waktunya tiba, aku akan sampai di Golgotaku dan menancapkan salibku di sana. Dan semoga jika waktu itu datang, helaan napasMu yang terakhir juga menjadi helaan napasku. Sehingga kita bisa sama-sama berucap, ”SUDAH SELESAI”


.

Tidak ada komentar: